Npm : 1601270042
Prodi : Perbankan Syariah
Dosen : Totok Harmoyo. SE, M,Si
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Makalah
Ekonomi
Moneter Dan Fiskal
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Nama : Fivi Sri Miranti
Npm : 1601270042
Mata Kuliah : Ekonomi
Moneter Dan Fiskal
Dosen : Totok Harmoyo, Se, M.Si
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
MEDAN
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji
syukur atas Rahmat Allah Swt yang maha
kuasa atas segala rahmat dan hidayahnya, sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai. Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya saya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah yang saya buat.
Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca
demi kesempurnaan makalah saya.
Medan, 19 Maret 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan.................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN............................................................................ 3
A. Kebijakan Moneter Di
Lingkungan Yang Kaya Data.............. 3
B. ekonomi Moneter Baru Dan
Ekonomi Pasar Di Negara Berkembang 6
C. Hubungan Teoritis Antara
Pasar Keuangan Dan Pertumbuhan 10
D. Bagaimana Hubungan Antara
Uang, Harga, Dan Keuangan Di Ekonomi Moneter Baru.......................................................................................... 14
BAB III : PENUTUP...................................................................................... 16
A. Kesimpulan............................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Selama ini kita hanya mengenal dua kebijakan pemerintah
dalam mengatasi masalah dan kondisi perekonomian di Indonesia, yaitu kebijakan
fiskal dan kebijakan moneter. Mungkin masih banyak diantara kita yang beranggapan
bahwa kedua kebijakan tersebut adalah sama, Akan tetapi menurut saya hal
tersebut merupakan dua kebijakan ekonomi yang sangat berbeda.
Kebijakan Fiskal adalah salah satu kebijakan ekonomi yang
dibuat oleh pemerintah untuk mengarahkan kondisi perekonomian agar menjadi
lebih baik lagi. Salah satu caranya yaitu dengan cara mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Arti lain dari kebijakan fiskal yaitu sebagai kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah untuk mengarahkan ekonomi dalam suatu negara
melalui pengaturan pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Tujuan dari kebijakan fiskal ini hampir mirip dengan
kebijakan moneter yaitu untuk mengatur dan mengelola jumlah uang yang beredar.
Akan tetapi pada prakteknya kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan
pendapatan dan pengeluaran (belanja) pemerintah. Pemerintah membuat kebijakan
fiskal ini bertujuan untuk mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang
ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dana tersebut dalam rangka
menjalankan pembangunan negara.
Kebijakan moneter adalah suatu kebijakan dari otoritas
moneter dalam bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang beredar, uang
primer, atau kredit perbankan) dan untuk mencapai perkembangan kegiatan
perekonomian yang dicita-citakan. Pengertian lain dari kebijakan moneter adalah
salah satu upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara
berkelanjutan dengan tetap menjaga kestabilan harga.
Dan pada prakteknya, kebijakan moneter akan mengatur
persediaan uang yang dimiliki suatu negara untuk mencapai tujuan tertentu
seperti menahan laju inflasi, dan juga mendorong usaha pembangunan nasional.
Tujuan dari kebijakan moneter sendiri pada dasarnya untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan).
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
kebijakan moneter di lingkungan yang kaya data?
2. Apa tujuan dibuatnya
ekonomi moneter maju dan ekonomi pasar di negara berkembang?
3. Apa hubungan
teoritis antara pasar keuangan dan pertumbuhan?
4. Bagaimana hubungan
antara uang, harga, dan keuangan di ekonomi moneter baru?
C. Tujuan Penelitian
1. Agar dapat memahami
tentang kebijakan moneter di lingkungan yang kaya data.
2. Agar lebih mengerti
tujuan dibuatnya ekonomi moneter maju dan ekonomi moneter pasar di negara
berkembang.
3. Untuk lebih
mengetahui hubungan teoritis antara pasar keuangan dan pertumbuhan.
4. Mengerti hubungan
antara uang, harga, dan keuangan di ekonomi moneter baru.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Moneter Di
Lingkungan Yang Kaya Data
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang
diambil oleh bank sentral atau Bank Indonesia dengan tujuan memelihara dan
mencapai stabilitas nilai mata uang yang dapat dilakukan antara lain dengan
pengendalian jumlah uang yang beredar di masyarakat dan penetapan suku bunga.
Kebijakan moneter meliputi langkah-langkah
kebijakan yang dilaksanakan oleh bank sentral atau Bank Indonesia untuk dapat
mengubah penawaran uang atau mengubah suku bunga yang ada, dengan tujuan untuk
mempengaruhi pengeluaran dalam perekonomian.
Tujuan akhir dari sebuah kebijakan moneter
adalah suatu kondisi ekonomi makro yang ingin dicapai. Berbeda dari satu negara
dengan negara lainnya yang tidak sama dari waktu ke waktu. Tujuan kebijakan moneter yang tidak statis, namun
bersifat dinamis karena selalu disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian suatu
negara. Akan tetapi, kebanyakan negara menetapkan empat hal yang menjadi tujuan
dari kebijakan moneter, yaitu:
1. Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.
2. Kesempatan kerja.
3. Kestabilan harga.
4. Keseimbangan
neraca pembayaran.
Penjelasan
yang lebih detail dari tujuan moneter adalah sebagai berikut:
a. Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam
perekonomian.
b. Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas
perekonomian dan stabilitas tingkat harga.
c. Distribusi
likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang
diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
d. Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak
dapat terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal.
e. Menjaga kestabilan ekonomi, artinya pertumbuhan arus
barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
f. Menjaga kestabilan harga. Harga suatu barang merupakan
hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang
tersedia di pasar.
g. Meningkatkan kesempatan kerja, pada saat perekonomian
stabil pengusaha akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan
jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga
memperluas kesempatan kerja untuk masyarakat.
Instrumen-instrumen yang biasa digunakan oleh pemerintah dalam pengambilan
kebijakan moneter adalah:
1.
Kebijakan
Operasi Pasar Terbuka
Operasi pasar terbuka adalah salah satu kebijakan yang diambil bank sentral
untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan
dengan cara menjual Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau membeli surat berharga
di pasar modal.
2.
Kebijakan
Diskonto
Diskonto adalah pemerintah mengurangi atau menambah jumlah uang beredar
dengan cara mengubah diskonto bank umum. Jika bank sentral memperhitungkan
jumlah uang beredar telah melebihi kebutuhan (gejala inflasi), bank sentral
mengeluarkan keputusan untuk menaikkan suku bunga. Dengan menaikkan suku bunga
akan merangsang keinginan orang untuk menabung.
3.
Kebijakan
Cadangan Kas
Bank sentral dapat membuat peraturan untuk menaikkan atau menurunkan
cadangan kas (cash ratio). Bank
umum, menerima uang dari nasabah dalam bentuk giro, tabungan, deposito,
sertifikat deposito, dan jenis tabungan lainnya. Ada persentase tertentu dari
uang yang disetorkan nasabah dan tidak boleh dipinjamkan.
4.
Kebijakan
Kredit Ketat
Kredit tetap diberikan bank umum, tetapi pemberiannya harus benar-benar
didasarkan pada syarat 5C, yaitu Character,
Capability, Collateral, Capital, dan Condition of Economy. Dengan kebijakan kredit ketat, jumlah uang
yang beredar dapat diawasi. Langkah kebijakan ini biasa diambil pada saat
ekonomi sedang mengalami gejala inflasi.
5.
Kebijakan
Dorongan Moral
Bank sentral dapat juga memengaruhi jumlah uang beredar dengan berbagai
pengumuman, pidato, dan edaran yang ditujukan pada bank umum dan pelaku moneter
lainnya. Isi pengumuman, pidato, dan edaran dapat berupa ajakan atau larangan
untuk menahan pinjaman tabungan atau pun melepaskan pinjaman.
Pembuat kebijakan moneter dibanjiri data ekonomi seperti di bank
sentral dan bank lainnya. Memantau dan menganalisis secara harfiah ribuan
rangkaian data dari sumber yang berbeda, termasuk data pada berbagai frekuensi
dan tingkat agregasi. Analisis data yang lengkap tidak hanya dilakukan oleh
para profesional yang dipekerjakan untuk tujuan pengamat kepemimpinan Alan
Greenspan, yang telah menekankan perhatiannya yang cermat terhadap beragam
rangkaian data (Beckner, 1996). Kenyataannya bahwa bank sentral menanggung
biaya untuk menganalisis serangkaian data yang luas untuk menunjukkan bahwa
pembuatan kebijakan ini melihat dari kegiatan yang relevan dengan keputusan mereka.
Analisis ekonometrik baru-baru ini telah menegaskan pandangan panjang para
peramal profesional, bahwa penggunaan sejumlah besar rangkaian data dapat
secara signifikan meningkatkan perkiraan variabel makroekonomi utama (Stock and
Watson, 1999, 2002, Watson, 2000).
Reputasi bank sentral sebagai titik akhir mengenai data juga
dapat mencerminkan motivasi, selain meminimalkan kesalahan perkiraan rata-rata,
termasuk beberapa pergeseran untuk tujuan kebijakan, ketidakpastian tentang
model ekonomi yang benar, dan kebutuhan politik bank sentral untuk menunjukkan
bahwa ia mengambil semua faktor yang berpotensi relevan ke dalam akun.
Terlepas dari kenyataan praktik bank sentral ini, sebagian besar
analisis empiris yang mengenai kebijakan moneter telah disesuaikan dengan
kerangka kerja di mana Fed secara implisit mengasumsikan untuk memanfaatkan
sejumlah informasi terbatas.
Namun, kami percaya bahwa perbedaan antara praktik bank sentral
dan model yang paling formal dari Fed yang mencerminkan setidaknya beberapa
kesulitan peneliti dalam menangkap pendekatan bank sentral terhadap analisis
data, yang biasanya mencampur penggunaan model makroekonomi besar dan model
statistik yang lebih kecil. Ini memutuskan antara praktik bank sentral dan
analisis akademis, berpotensi, di beberapa biaya antara lain :
Pertama, dengan mengabaikan dimensi penting dari perilaku bank
sentral dan lingkungan kebijakan, pemodelan dan evaluasi ekonometrik terhadap
kebijakan bank sentral mungkin kurang akurat dan informatif dari pada
sebaliknya.
Kedua, periset mungkin mendahului kesempatan untuk membantu bank
sentral menggunakan kumpulan data ekstensif mereka untuk memperbaiki peramalan dan pembuatan kebijakan mereka.
B.
Ekonomi Moneter Maju Dan Ekonomi Pasar Di Negara
Berkembang
Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang yang seharusnya lebih memperhatikan kondisi ini agar dapat
bersaing dalam pasar global yang bersifat terbuka dimana semua orang
bebas melakukan kegiatan ekonomi untuk mencapai tujuannya. Dalam negara
berkembang mereka mempunyai permasalahan ekonomi seperti pertumbuhan penduduk
yang sangat besar jumlahnya yang menambah kerumitan dari masalah-masalah
pembangunan yang dihadapi. Tingkat kelahiran dinegara-negara berkembang umumnya
sangat tinggi. Sedangkan untuk negara maju mungkin bisa setengah dari negara
berembang. Kurangnya penggunaan tenaga kerja yang efsien menyebabkan tingginya
angka pengaguran dan kemiskinan jadi tidak semua penduduk indonesia dapat melakukan
kegiatan ekonomi, jangankan untuk berinvestasi memilik uang saja masih belum
mencukupi kebutuhan mereka.
Ada beberapa macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi yaitu :
1. Produk Domestik Bruto (PDB)
Seperti kita sudah ketahui dan pelajari di Kelas X, PDB adalah jumlah
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu
tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. Kelemahan PDB sebagai ukuran
pertumbuhan ekonomi adalah sifatnya yang global dan tidak dapat mencerminkan
kesejahteraan penduduk sesungguhnya.
2.
PDB per Kapita atau Pendapatan per Kapita
PDB per kapita merupakan ukuran yang
lebih tepat karena telah memperhitungkan jumlah penduduk. Jadi ukuran
pendapatan per kapita dapat diketahui dengan membagi PDB dengan jumlah
penduduk.
3.
Pendapatan per Jam Kerja
Ukuran ini merupakan ukuran yang paling
baik dipakai untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi. Suatu negara dapat dikatakan
lebih maju dibandingkan negara lain bila mempunyai tingkat pendapatan
atau upah per jam kerja lebih tinggi daripada upah per jam kerja di negara
lain untuk jenis pekerjaan yang sama.
4.
Usia Harapan Hidup
pada kisaran tahun 1950, misalkan usia
harapan hidup orang Indonesia adalah 50 tahun, tetapi sekarang usia
harapan hidup orang Indonesia telah meningkat, misalnya menjadi 60 tahun.
Dari meningkatnya usia harapan hidup ini dapat diketahui bahwa telah terjadi
pertumbuhan ekonomi dan dapat juga simpulkan, negara yang mempunyai usia
harapan hidup lebih tinggi dari negara lain lebih maju dibandingkan negara
lain.
Pada masa perekonomian
tertutup semua kegiatan manusia hanya semata mata untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri. Individu atau masyarakat bertindak sebagai produsen sekaligus sebagai
konsumen sehingga tidak terjadi pertukaran barang atau jasa. Masa perekonomian
ini mempunyai ciri-ciri yaitu:
1. Kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri.
2. Individu sebagai produsen
sekaligus sebagai konsumen.
3. Belum ada pertukaran
barang atau jasa.
Pada masa kerajinan dan pertukangan, kebutuhan manusia semakin meningkat,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif akibat perkembangan peradaban. Dan
pada masa kerajinan dan pertukangan memiliki beberapa ciri, yaitu :
1. Meningkatnya kebutuhan
manusia.
2. Adanya pembagian tugas
sesuai dengan keahlian.
3. Timbulnya pertukaran
barang dan jasa.
Pada masa kapitalis muncul kaum pemilik modal dan dalam menjalankan
usahanya kaum kapitalis memerlukan pekerja (kaum buruh). Produksi yang
dilakukan oleh kaum kapitalis tidak lagi hanya sekedar memenuhi kebutuhannya,
tetapi sudah bertujuan mencari laba.
Dalam sebuah pertumbuhan ekonomi ada sifat yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan tersebut. Sama halnya dengan proses pembangunan,
pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM dan SDA.
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber
daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Sumber daya alam yang
dimaksud diantaranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil
hutan dan kekayaan laut. Karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian
pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin
canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian
aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada
percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
Dalam menanggapi hal tersebut perlu kebijakan pemerintah
Indonesia dalam menjawab tantangan pembangunan di berbagai sektor, sehingga
produk barang dan jasa yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk negara
lain. Salah satunya adalah pembangunan di sektor pertanian. Kebijakan
pembangunan tersebut adalah untuk menghasilkan produk pertanian dan perkebunan
seperti industri agribisnis yang menghasilkan produk pertanian handal dan
berkualitas ekspor. Untuk itu diperlukan pemberdayaan petani sebagai persiapan
sumber daya petani profesional yang siap bersaing dalam menghasilkan produk
pertanian.
Program pembangunan nasional diorientasikan pada masalah
penanggulangan kemiskinan, tenaga kerja di pedesaan, ketahan pangan,
pemberdayaan pengusaha kecil menegah dan koperasi. Pembangunan di bidang
pertanian diarahkan pada peningkatan produktivitas pangan yang meliputi padi,
palawija dan hortikultura yang dilakukan melalui intensifikasi, diversifikasi,
rehabilitasi dan ekstensifikasi.
Pada dasarnya pembangunan pertanian merupakan bagian dari
pembangunan ekonomi, yaitu suatu proses atau kegiatan manusia untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Pembangunan sektor pertanian
menjadi sangat strategis mengingat sumber daya manusia yang berada di sektor
ini cukup banyak. Dengan kata lain, pembangunan-pembangunan di sektor ini
mempunyai dampak yang luas terhadap pengentasan kemiskinan, perbaikan kualitas
sumber daya manusia, pemerataan pembangunan dan keadilan sosial.
Saya menghargai kesempatan ini untuk menawarkan beberapa
pemikiran tentang dampak kebijakan moneter ekonomi maju mengenai ekonomi pasar
berkembang. Sejak krisis keuangan global, Federal Reserve berusaha memperkuat
pemulihan ekonomi A.S. melalui kebijakan moneter yang sangat akomodatif. Tapi
rekan-rekan saya sadar bahwa ekonomi A.S. beroperasi di lingkungan global. Kami
mengerti bahwa kemakmuran Amerika Serikat dengan kemakmuran di negara lain,
termasuk negara-negara emerging market. Ekonomi pasar yang sedang berkembang
telah lama bergulat dengan tantangan yang ditimbulkan oleh arus modal lintas
batas yang besar dan mudah berubah.
Secara khusus, banyak pengamat yang telah memilih kebijakan
moneter di Amerika Serikat dan negara maju lainnya sebagai pendorong utama. Seiring
ekonomi maju menerapkan kebijakan moneter yang sangat akomodatif dan EMES
kemudian menerima arus masuk modal yang kuat, yang mencerminkan keinginan
investor untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi, kekhawatiran
yang diungkapkan bahwa akan terjadi likuiditas yang akan membanjiri pasar negara
berkembang, menaikkan harga aset ke tingkat yang tidak berkelanjutan, memicu
ledakan kredit, dan dengan demikian menabur benih krisis masa depan.
Tingkat keparahan krisis dan tantangan pemulihan yang lambat mengharuskan
bank sentral di negara maju dan tempat lain melakukan tindakan agresif untuk
memenuhi mandat mereka. Di Amerika Serikat, Federal Reserve terikat oleh mandat
keduanya untuk mengejar stabilitas harga dan lapangan kerja maksimal. Dalam
mengikuti mandat tersebut, the Fed memotong suku bunga dana federal menjadi
batas bawah efektif pada akhir tahun 2008. Kemudian
beralih ke dua alat kebijakan yang kurang konvensional untuk menyediakan
akomodasi moneter tambahan.
Yang pertama adalah panduan ke depan mengenai tingkat
suku bunga federal funds. Dengan menurunkan harapan pribadi untuk jalur suku
bunga jangka pendek di masa depan, panduan ke depan telah mengurangi suku bunga
jangka panjang dan menaikkan harga aset, sehingga membawa pada kondisi keuangan
yang lebih akomodatif.
Yang kedua adalah pembelian aset berskala
besar, yang juga meningkatkan akomodasi kebijakan dengan mengurangi suku bunga
jangka panjang dan menaikkan harga aset.
Federal Reserve tidak sendirian dalam menerapkan
kebijakan moneter yang tidak konvensional. Bank of England juga telah melakukan
pembelian aset substansial dan baru-baru ini memperkenalkan panduan forward
eksplisit untuk tingkat kebijakannya. Dan Bank Sentral Eropa (ECB) secara
substansial memperpanjang ketentuan likuiditasnya dengan menawarkan operasi
refinancing jangka panjang yang tidak terbatas. ECB juga membeli beberapa
sekuritas di pasar yang tertekan, dan baru-baru ini mengindikasikan bahwa
mereka memperkirakan suku bunga akan tetap rendah untuk waktu yang lama.
Meskipun banyak perhatian terfokus pada
tindakan kebijakan yang tidak konvensional, terutama pembelian aset, kebijakan
ini tampaknya mempengaruhi kondisi keuangan dan ekonomi riil dengan cara yang
sama seperti kebijakan suku bunga konvensional.
Selain itu, Tindakan kebijakan moneter
konvensional maupun tidak konvensional adalah kejutan yang muncul secara
tiba-tiba. Sebaliknya, mereka adalah kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral
untuk mengimbangi gejolak yang merugikan yang telah menghambat ekonomi kita.
Dengan demikian, setiap kemungkinan dari tindakan kebijakan moneter harus
dievaluasi terhadap konsekuensi gagal merespons guncangan yang merugikan ini.
Secara teori, ketika ekonomi maju memudahkan
kebijakan moneter dalam menanggapi kejutan kontraksi, tingkat suku bunga akan
turun, mendorong investor untuk menyeimbangkan portofolio mereka menuju aset
dengan yield lebih tinggi. Sebagai gantinya, mata uang EME cenderung terapresiasi
terhadap keadaan ekonomi maju, dan harga aset EME harus naik.
C.
Hubungan
Teoritis Antara Pasar Keuangan Dan Pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses perubahan
kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan untuk menuju keadaan
yang lebih baik yang ditandai dengan kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara
sangat membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang baik dan berkelanjutan. Kebijakan
moneter bertujuan untuk mencapai stabilitas makroekonomi yang ditargetkan.
Sedangkan sektor keuanga dapat mendorong kegiatan perekonomian jika berkembang
dengan baik dalam upaya mencapai pertumbuhan yang tinggi (Brandl, 2002).
Perkembangan sektor keuangan ini dapat dilihat
dari kemampuannya dalam menyediakan tabungan yang cukup bagi keperluan
investasi pembangunan maupun dalam mengatasi masalah-masalah seperti inflasi
dan defisit anggaran (Dornbusch dan Reynoso,1989).
Kebijakan moneter memiliki dua jenis penerapan,
yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif
dilakukan untuk meningkatkan jumlah uang beredar jika pertumbuhan ekonomi
mengalami kelesuan. Sedangkan kebijakan moneter kontraktif diterapkan untuk
mengurangi jumlah uang beredar ketika perekonomian menghadapi masalah inflasi.
Menurut Lynch (1996), terdapat lima indikator
perkembangan sektor keuangan pada suatu negara, yaitu indikator kuantitatif,
indikator struktural, indikator harga, indikator skala produk, dan indikator
biaya transaksi.
Indonesia sebagai negara berkembang dihadapkan
pada permasalahan keterbatasan modal untuk membiayai investasi pembangunan
dalam mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Pada tahun 1980an, pemerintah
menerapkan paket Juni 1983, paket Oktober 1987, paket Desember 1988 dan paket
Maret 1989.
Semuanya bertujuan untuk perbaikan kebijakan
efisiensi sektor keuangan dan pengembangan pasar modal serta penghapusan
hambatan arus modal masuk. Selain itu, tanggal 14 Maret 1991 pemerintah
mengeluarkan regulasi baru untuk memperkuat permodalan bank-bank dan
memperketat pengawasan terhadap lembaga-lembaga keuangan (Nasution, 1991).
Menurut Mac Kinnon (1973) dan Shaw (1973),
derajat financial deepening yang semakin besar dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Teori ini dibuktikan oleh Ghildiyal, Pokhriyal dan Mohan
(2015) terhadap Negara India tahun 1990-2014. Ruslan (2011) pernah melakukan penelitian terhadap Negara
Indonesia pada periode tahun 1980-2007 mengenai financial deepening terhadap
perekonomian Indonesia. Ia menggunakan variabel tingkat bunga, kurs dan GDP
dengan alat analisis model regresi linear. Hasilnya menyatakan bahwa GDP
berpengaruh signifikan terhadap dinamika financial deepening.
Telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap
beberapa negara di dunia mengenai hubungan financial deepening dan pertumbuhan
ekonomi namun dengan kesimpulan yang berbeda-beda.
Hubungan antara keuangan, kewirausahaan, dan pertumbuhan
ekonomi. Kami memulai dengan memodelkan proses di mana sistem keuangan perantara
dengan keuangan pasar sekuritas dan mendiktor pengusaha tertentu untuk
melakukan kegiatan inovatif. Selanjutnya, kita akan mengembangkan hubungan
antara inovasi dan pertumbuhan. Akhirnya, kita menentukan ekuilibrium umum
ekonomi dan mengevaluasi dampak kebijakan sektor keuangan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Untuk mempelajari hubungan antara keuangan dan aktivitas inovatif,
kami membangun model dasar yang menyoroti permintaan empat layanan sistem
keuangan.
Pertama, seperti dalam Boyd dan Prescott (1986), proyek
investasi harus dievaluasi untuk mengidentifikasi yang menjanjikan. Secara
khusus, ada biaya tetap yang besar untuk mengevaluasi proyek calon pengusaha,
sehingga ada insentif bagi organisasi khusus untuk muncul dan untuk melakukan
tugas ini.
Kedua, skala proyek yang dibutuhkan memerlukan penyatuan dana
secara substansial dari banyak penabung kecil, sehingga penting bagi sistem
keuangan untuk memobilisasi sumber daya yang memadai untuk proyek.
Ketiga, hasil dari upaya berinovasi tidak pasti, sehingga sistem
keuangan diharapkan memberi kesempatan bagi individu dan pengusaha untuk
melakukan diversifikasi risiko ini.
Keempat, produktivitas produktivitas mengharuskan individu
memilih untuk terlibat dalam kegiatan inovatif yang berisiko dari pada
menghasilkan barang yang ada dengan menggunakan metode yang tidak ada.
Dengan demikian, model tersebut menghasilkan permintaan untuk empat layanan keuangan:
mengevaluasi pengusaha, mengumpulkan sumber daya, melakukan diversifikasi risiko, dan
menilai keuntungan yang diharapkan dari aktivitas inovatif. Dalam praktiknya, perantara keuangan
biasanya mengevaluasi proyek investasi, memobilisasi sumber daya untuk membiayai dan
menjanjikan, serta memfasilitasi manajemen risiko. Oleh karena itu mereka menyediakan tiga
layanan yang disorot dalam model kami. Beberapa individu memiliki kapasitas khusus untuk
mengelola aktivitas inovatif dalam analisis, namun hal ini tidak menyebabkan mereka mengumpulkan
tingkat kekayaan yang berbeda.
Banyak kebijakan sektor keuangan yang secara efektif melibatkan
perpajakan pendapatan kotor dari intermediasi keuangan dan, oleh karena itu,
melibatkan pergeseran parameter kami untuk mempertahankan parameter parameter
model lainnya. Charnley dan Honohan (1990) membahas banyak contoh pajak sektor
keuangan eksplisit (termasuk pajak atas penerimaan bruto bank, pajak
pertambahan nilai, pajak atas saldo pinjaman, pajak atas transaksi keuangan,
dan pajak atas keuntungan perantara).
Mereka juga mendefinisikan dan mengukur secara implisit atau
kuasi-pajak pada perantara keuangan (termasuk persyaratan cadangan tanpa bunga,
peminjaman paksa kepada pemerintah dan perusahaan negara, dan plafon bunga atas
berbagai pinjaman dan deposito). Model kami juga
menunjukkan bahwa intervensi sektor publik lainnya seperti perubahan pajak
keuntungan perusahaan atau pergeseran dalam penegakan hak kepemilikan yang dapat
mempengaruhi tingkat pertumbuhan.
Dengan demikian, perkembangan di sektor inovatif dan produktif
mempengaruhi perkembangan keuangan. Kedua temuan ini penting untuk penyelidikan
empiris yang kami lakukan diantaranya.
Temuan pertama menunjukkan bahwa faktor ekonomi lain selain
keuangan cenderung penting untuk pertumbuhan, sehingga kita mengeksplorasi
kekokohan hasil empiris kita dengan masuknya berbagai variabel lain yang
diperkirakan mempengaruhi tingkat pertumbuhan.
Temuan kedua menunjukkan bahwa ada simultan penentuan
pertumbuhan ekonomi dan skala sektor keuangan, yang mendorong kita untuk
menggunakan metode persamaan simultan di beberapa bagian.
Kami menggunakan empat jenis bukti untuk mengevaluasi prediksi
teori mengenai hubungan antara perkembangan keuangan dan pertumbuhan. Pertama,
kami meninjau dan memperluas analisis King dan Levine (1993a) terhadap 80
negara selama periode 1960-1989 (selanjutnya kami mengacu pada karya awal ini
sebagai KL). Kedua, kami mengevaluasi lima negara pengalaman dengan reformasi
sektor keuangan. Ketiga, kami meninjau kembali bukti tingkat perusahaan
mengenai efek alokatif dari reformasi keuangan. Akhirnya, kami menginvestigasi
bagaimana keberhasilan reformasi kebijakan umum bergantung pada perkembangan
keuangan. Sistem keuangan yang hanya
menyalurkan sumber daya ke sektor publik atau perusahaan milik negara tidak
mungkin menyediakan jenis layanan keuangan yang dibahas di bagian teoritis, dengan
demikian, kami merancang indikator keuangan ketiga dan keempat untuk mengukur
kepada siapa sistem keuangan mengalokasikan kredit.
Dengan demikian, semua indikator ini menunjukkan bahwa perubahan
dalam kebijakan sektor keuangan dapat diduga terkait dengan perubahan ukuran
agregat dalam pengembangan keuangan. Namun, tiga negara mengalami krisis
keuangan setelah reformasi keuangan. Antara Maret 1980 dan Maret 1981, otoritas
Argentina melikuidasi lembaga keuangan yang memegang sekitar 20 persen dari
total simpanan. Di Cile, pada tahun 1983, hampir 20 persen pinjaman bank umum
dan pinjaman perusahaan pembiayaan yang gagal bayar.
Pada pertengahan 1980-an, pihak berwenang Filipina harus
memindahkan 30 persen aset sistem perbankan, yang berkinerja buruk, ke agen
pemerintah. Di balik setiap krisis terdapat campuran liberalisasi keuangan yang
tidak sehat yang dikombinasikan dengan jaminan deposito resmi yang eksplisit
atau implisit dan pengawasan yang tidak mencukupi.
Dalam model kami, sistem keuangan mempengaruhi
kegiatan kewiraswastaan yang menghasilkan peningkatan produktivitas dalam
empat cara. Pertama, sistem keuangan mengevaluasi calon pengusaha dan memilih
proyek yang paling menjanjikan. Kedua, sistem keuangan memobilisasi sumber daya
untuk membiayai proyek yang menjanjikan. Ketiga, sistem keuangan memungkinkan
investor melakukan diversifikasi risiko yang terkait dengan kegiatan inovatif
yang tidak pasti. Keempat, sistem keuangan mengungkapkan manfaat potensial
untuk terlibat dalam inovasi, relatif terhadap terus membuat produk yang ada
dengan teknik yang ada.
. Keuntungan besar berhubungan dengan bisnis
inovasi yang tidak menentu. Dengan cara ini, sistem keuangan yang lebih baik
mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mempercepat laju peningkatan
produktivitas. Ada banyak dukungan empiris untuk pandangan ini.
D.
Bagaimana Hubungan Antara
Uang, Harga Dan Keuangan Di Ekonomi Moneter Baru
Teori moneter didasarkan pada premis implisit
bahwa lembaga uang dan moneter secara fundamental berbeda dari barang dan
institusi ekonomi lainnya dan karena itu, analisis moneter harus berbeda dari
analisis non-moneter. Satu-satunya hal yang membuat uang pada pandangan ini
berbeda dari barang lainnya adalah campur tangan pemerintah. New Monetary
Economics telah mengambil dua garis perkembangan yang berbeda.
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti halnya menahan inflasi, dan mencapai pekerja penuh untuk lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat
melibatkan mengeset standar bunga pinjaman.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu
kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, dan pemerataan pembangunan), dan
keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) agar tercapainya tujuan
ekonomi makro dan untuk menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan
kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang.
Mulai pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi
moneter menerpa Indonesia, nilai tukar rupiah melemah, sistem pembayaran
terancam macet dan terlalu banyak utang luar negeri yang tak terselesaikan.
Berbagai langkah ditempuh mulai dari pengetatan moneter hingga beberapa program
pemulihan IMF yang diperoleh melalui beberapa Letter Of Intern (LOI) pada tahun
1998.
Namun akhirnya masa suram dapat terlewati, dan perekonomianpun semakin membaik seiring
dengan kondisi politik yang stabil pada masa reformasi. Tahun 1999 merupakan
tonggak bersejarah bagi Bank Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang No.
23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No. 3/2004.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada
masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang
beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.
Kebijakan
Moneter Ekspansif (Monetary expansive
policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli
masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau
depresi.
2.
Kebijakan
Moneter Kontraktif (Monetary
contractive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Dapat disebut
juga dengan kebijakan uang ketat (tight
money policy).
Kebijakannya tentang usaha Fama yang terkenal
untuk menerapkan teori keuangan modern terhadap teori moneter adalah bahwa pengendalian tingkat harga harus berfokus
pada basis moneter dan bank serta perantara terkait keuangan tidak lagi membutuhkan
peraturan pemerintah dibandingkan industri lainnya.
Hal ini karena di dunia non-Walrasian orang
memiliki preferensi tidak hanya pada konsumsi akhir, tapi juga aset mana yang
digunakan untuk menyelesaikan ketidakseimbangan pembayaran sementara. Tetapi
bahkan jika argumen kami salah dan beberapa sistem praktis dapat dipahami yang
tidak memerlukan konversi yang begitu bagus, sistem keuangan sebenarnya mengandung
satu uang dalam bentuk tunai atau cadangan bank sentral. Setiap sistem yang
memiliki barang bagus, baik itu sendiri digunakan secara langsung dalam
transaksi, menjadi monetisasi. Dan dalam ekonomi yang dimonetisasi, volume dan
komposisi aset keuangan, terutama yang digunakan dalam transaksi, akan terkait
dengan harga dalam ekuilibrium.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang
diambil oleh bank sentral atau Bank Indonesia dengan tujuan memelihara dan
mencapai stabilitas nilai mata uang yang dapat dilakukan antara lain dengan
pengendalian jumlah uang yang beredar di masyarakat dan penetapan suku bunga.
Kebijakan moneter meliputi langkah-langkah
kebijakan yang dilaksanakan oleh bank sentral atau Bank Indonesia untuk dapat
mengubah penawaran uang atau mengubah suku bunga yang ada, dengan tujuan untuk
mempengaruhi pengeluaran dalam perekonomian. Tujuan akhir dari sebuah kebijakan
moneter adalah suatu kondisi ekonomi makro yang ingin dicapai. Berbeda dari
satu negara dengan negara lainnya yang tidak sama dari waktu ke waktu. Tujuan kebijakan moneter yang tidak statis, namun
bersifat dinamis karena selalu disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian suatu
negara.
Dan Indonesia sebagai salah satu
negara berkembang yang seharusnya lebih memperhatikan kondisi ini agar
dapat bersaing dalam pasar global yang bersifat terbuka dimana semua orang bebas melakukan
kegiatan ekonomi untuk mencapai tujuannya. Dalam negara berkembang mereka
mempunyai permasalahan ekonomi seperti pertumbuhan penduduk yang sangat besar
jumlahnya yang menambah kerumitan dari masalah-masalah pembangunan yang
dihadapi. Tingkat kelahiran dinegara-negara berkembang umumnya sangat tinggi.
Sedangkan untuk negara maju mungkin bisa setengah dari negara berembang.
Kurangnya penggunaan tenaga kerja yang efsien menyebabkan tingginya angka
pengaguran dan kemiskinan jadi tidak semua penduduk indonesia dapat melakukan
kegiatan ekonomi, jangankan untuk berinvestasi memilik uang saja masih belum
mencukupi kebutuhan mereka.
Teori moneter didasarkan pada premis implisit
bahwa lembaga uang dan moneter secara fundamental berbeda dari barang dan
institusi ekonomi lainnya dan karena itu, analisis moneter harus berbeda dari
analisis non-moneter. Satu-satunya hal yang membuat uang pada pandangan ini
berbeda dari barang lainnya adalah campur tangan pemerintah. New Monetary
Economics telah mengambil dua garis perkembangan yang berbeda.
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti halnya menahan inflasi, dan mencapai pekerja penuh untuk lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat
melibatkan mengeset standar bunga pinjaman .
DAFTAR PUSTAKA
Bai, J., Ng, S., 2002. Menentukan jumlah
faktor dalam model faktor perkiraan. Econometrica 70, 191-221.
Battini, N., Haldane, A.G., 1999. Aturan
berwawasan ke depan untuk kebijakan moneter.
Taylor, J.B. (Ed.), Aturan Kebijakan
Moneter. University of Chicago Press untuk NBER, Chicago.
Beckner, S.K., 1996. Back From the
Brink: Tahun Greenspan. Wiley, New York. Boivin, J., 2001.
Perilaku Fed terhadap kebijakan moneter:
apakah itu berubah dan apakah itu penting? Universitas Columbia, tidak
diterbitkan.
Christiano, L., Eichenbaum, M., Evans,
C., 2000. Guncangan kebijakan.
Ahmed, Shaghil, dan Andrei Zlate (2013). "Arus Modal ke Emerging Market Economies:
Dunia Baru yang Berani? (PDF) "Makalah Diskusi Keuangan Internasional 1081.
Washington: Dewan Gubernur Sistem Federal Reserve, Juni. Bernanke, Ben S. (2013).
"Kebijakan Moneter dan Ekonomi Global", pidato yang disampaikan di Departemen Ekonomi
dan STICERD (Diskusi Suntory dan Toyota International untuk Ekonomi dan Perihal Terkait)
Diskusi Publik dalam Asosiasi dengan Bank of England, London School of Economics, London,
25 Maret.
Bluedorn, John, Rupa Duttagupta, Jaime Guajardo, dan Petia Topalova (2013).
"Arus Modal Tergelitik: Kapan saja, dimanapun (PDF)", Kertas Kerja IMF WP / 13/183.
Suku Bunga di Dunia Tanpa Uang, "Journal of Bank
Research, Autumn, 9-20 BRYANT, JOHN and WALLACE, NEIL. (1980)" Sebuah
Saran untuk Penyederhanaan Teori Persaingan Lebih Lanjut, "Laporan Staf
62.
FederalR eserve Bank of Minneapolis (1980) "Analisis
Diskriminasi Harga Kebijakan Moneter," Tinjauan Studi Ekonomi 51 (2),
279-288 FAMA, EUGENE. (1978) "Pengaruh Keputusan Pendanaan Perusahaan
terhadap Keputusan Menteri Keuangan Kesejahteraan Pemegang Keamanannya,
"American Economic Review 68 (3), 272-284 ... (1980)" Perbankan dalam
Teori Keuangan, "Journal of Monetary Economics 6 (1), 39-57 ...
(1982)" Standar Fidusia dan Standar Komoditas, "tipografi yang tidak
dipublikasikan, Januari ... (1983)" Intermediasi Keuangan dan Pengendalian
Tingkat Harga, "Jurnal Ekonomi Moneter 12 (1), 7-28 FRANKEL, S.
HERBERT. (1977) Uang: Dua Filsafat: Konflik Kepercayaan
dan Kewenangan Oxford: B asil Blackwell FRIEDMAN, MILTON. (1951) "Mata
Uang Komoditas-Reserve".