Jumat, 16 Maret 2018

MAKALAH

Nama : Fivi Sri Miranti
Npm : 1601270042
Prodi : Perbankan Syariah
Dosen : Totok Harmoyo. SE, M,Si
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara



           Makalah
              Ekonomi Moneter Dan Fiskal
           D
          I
          S
          U
          S
          U
          N
             Oleh :
Nama                            : Fivi Sri Miranti
Npm                              : 1601270042
Mata Kuliah                 : Ekonomi Moneter Dan Fiskal
Dosen                            Totok Harmoyo, Se, M.Si

 

                   Fakultas Agama Islam
                  Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
            MEDAN
           2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas Rahmat  Allah Swt yang maha kuasa atas segala rahmat dan hidayahnya, sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya saya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah yang saya buat.  Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah saya.

                                                                         Medan, 19 Maret 2018

                                                                                                           
                                                                                                         Penyusun



DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................  i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii
BAB I          :     PENDAHULUAN.........................................................................   1
A.    Latar Belakang.......................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah..................................................................... 2
C.     Tujuan Pembahasan..................................................................  2
BAB II         :     PEMBAHASAN............................................................................   3
A.    Kebijakan Moneter Di Lingkungan Yang Kaya Data..............   3
B.     ekonomi Moneter Baru Dan Ekonomi Pasar Di Negara Berkembang                                                                                 
C.     Hubungan Teoritis Antara Pasar Keuangan Dan Pertumbuhan  10
D.    Bagaimana Hubungan Antara Uang, Harga, Dan Keuangan Di Ekonomi Moneter Baru..........................................................................................   14
BAB III       :     PENUTUP......................................................................................    16
A.    Kesimpulan...............................................................................   16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................    17
                                                                                      
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Selama ini kita hanya mengenal dua kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah dan kondisi perekonomian di Indonesia, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Mungkin masih banyak diantara kita yang beranggapan bahwa kedua kebijakan tersebut adalah sama, Akan tetapi menurut saya hal tersebut merupakan dua kebijakan ekonomi yang sangat berbeda.
Kebijakan Fiskal adalah salah satu kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah untuk mengarahkan kondisi perekonomian agar menjadi lebih baik lagi. Salah satu caranya yaitu dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Arti lain dari kebijakan fiskal yaitu sebagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengarahkan ekonomi dalam suatu negara melalui pengaturan pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Tujuan dari kebijakan fiskal ini hampir mirip dengan kebijakan moneter yaitu untuk mengatur dan mengelola jumlah uang yang beredar. Akan tetapi pada prakteknya kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan pengeluaran (belanja) pemerintah. Pemerintah membuat kebijakan fiskal ini bertujuan untuk mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dana tersebut dalam rangka menjalankan pembangunan negara.
Kebijakan moneter adalah suatu kebijakan dari otoritas moneter dalam bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan) dan untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang dicita-citakan. Pengertian lain dari kebijakan moneter adalah salah satu upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap menjaga kestabilan harga.
Dan pada prakteknya, kebijakan moneter akan mengatur persediaan uang yang dimiliki suatu negara untuk mencapai tujuan tertentu seperti menahan laju inflasi, dan juga mendorong usaha pembangunan nasional.
Tujuan dari kebijakan moneter sendiri pada dasarnya untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan).
B.   Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kebijakan moneter di lingkungan yang kaya data?
2.  Apa tujuan dibuatnya ekonomi moneter maju dan ekonomi pasar di negara berkembang?
3.     Apa hubungan teoritis antara pasar keuangan dan pertumbuhan?
4.  Bagaimana hubungan antara uang, harga, dan keuangan di ekonomi moneter baru?
C.   Tujuan Penelitian
1.    Agar dapat memahami tentang kebijakan moneter di lingkungan yang kaya data.
2. Agar lebih mengerti tujuan dibuatnya ekonomi moneter maju dan ekonomi moneter pasar di negara berkembang.
3. Untuk lebih mengetahui hubungan teoritis antara pasar keuangan dan pertumbuhan.
4.    Mengerti hubungan antara uang, harga, dan keuangan di ekonomi moneter baru.


BAB II
PEMBAHASAN
A.   Kebijakan Moneter Di Lingkungan Yang Kaya Data
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil oleh bank sentral atau Bank Indonesia dengan tujuan memelihara dan mencapai stabilitas nilai mata uang yang dapat dilakukan antara lain dengan pengendalian jumlah uang yang beredar di masyarakat dan penetapan suku bunga.

Kebijakan moneter meliputi langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan oleh bank sentral atau Bank Indonesia untuk dapat mengubah penawaran uang atau mengubah suku bunga yang ada, dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran dalam perekonomian.

Tujuan akhir dari sebuah kebijakan moneter adalah suatu kondisi ekonomi makro yang ingin dicapai. Berbeda dari satu negara dengan negara lainnya yang tidak sama dari waktu ke waktu. Tujuan kebijakan moneter yang tidak statis, namun bersifat dinamis karena selalu disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian suatu negara. Akan tetapi, kebanyakan negara menetapkan empat hal yang menjadi tujuan dari kebijakan moneter, yaitu:

1.      Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.
2.      Kesempatan kerja.
3.       Kestabilan harga.
4.       Keseimbangan neraca pembayaran.

Penjelasan yang lebih detail dari tujuan moneter adalah sebagai berikut:
a.       Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam perekonomian.
b.      Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat harga.
c.        Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
d.      Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal.
e.       Menjaga kestabilan ekonomi, artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
f.       Menjaga kestabilan harga. Harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar.
g.      Meningkatkan kesempatan kerja, pada saat perekonomian stabil pengusaha akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja untuk masyarakat.

Instrumen-instrumen yang biasa digunakan oleh pemerintah dalam pengambilan kebijakan moneter adalah:
1.      Kebijakan Operasi Pasar Terbuka
Operasi pasar terbuka adalah salah satu kebijakan yang diambil bank sentral untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan dengan cara menjual Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau membeli surat berharga di pasar modal.
2.      Kebijakan Diskonto
Diskonto adalah pemerintah mengurangi atau menambah jumlah uang beredar dengan cara mengubah diskonto bank umum. Jika bank sentral memperhitungkan jumlah uang beredar telah melebihi kebutuhan (gejala inflasi), bank sentral mengeluarkan keputusan untuk menaikkan suku bunga. Dengan menaikkan suku bunga akan merangsang keinginan orang untuk menabung.
3.      Kebijakan Cadangan Kas
Bank sentral dapat membuat peraturan untuk menaikkan atau menurunkan cadangan kas (cash ratio). Bank umum, menerima uang dari nasabah dalam bentuk giro, tabungan, deposito, sertifikat deposito, dan jenis tabungan lainnya. Ada persentase tertentu dari uang yang disetorkan nasabah dan tidak boleh dipinjamkan.
4.      Kebijakan Kredit Ketat
Kredit tetap diberikan bank umum, tetapi pemberiannya harus benar-benar didasarkan pada syarat 5C, yaitu Character, Capability, Collateral, Capital, dan Condition of Economy. Dengan kebijakan kredit ketat, jumlah uang yang beredar dapat diawasi. Langkah kebijakan ini biasa diambil pada saat ekonomi sedang mengalami gejala inflasi.
5.      Kebijakan Dorongan Moral
Bank sentral dapat juga memengaruhi jumlah uang beredar dengan berbagai pengumuman, pidato, dan edaran yang ditujukan pada bank umum dan pelaku moneter lainnya. Isi pengumuman, pidato, dan edaran dapat berupa ajakan atau larangan untuk menahan pinjaman tabungan atau pun melepaskan pinjaman.


Pembuat kebijakan moneter dibanjiri data ekonomi seperti di bank sentral dan bank lainnya. Memantau dan menganalisis secara harfiah ribuan rangkaian data dari sumber yang berbeda, termasuk data pada berbagai frekuensi dan tingkat agregasi. Analisis data yang lengkap tidak hanya dilakukan oleh para profesional yang dipekerjakan untuk tujuan pengamat kepemimpinan Alan Greenspan, yang telah menekankan perhatiannya yang cermat terhadap beragam rangkaian data (Beckner, 1996). Kenyataannya bahwa bank sentral menanggung biaya untuk menganalisis serangkaian data yang luas untuk menunjukkan bahwa pembuatan kebijakan ini melihat dari kegiatan yang relevan dengan keputusan mereka. Analisis ekonometrik baru-baru ini telah menegaskan pandangan panjang para peramal profesional, bahwa penggunaan sejumlah besar rangkaian data dapat secara signifikan meningkatkan perkiraan variabel makroekonomi utama (Stock and Watson, 1999, 2002, Watson, 2000).

Reputasi bank sentral sebagai titik akhir mengenai data juga dapat mencerminkan motivasi, selain meminimalkan kesalahan perkiraan rata-rata, termasuk beberapa pergeseran untuk tujuan kebijakan, ketidakpastian tentang model ekonomi yang benar, dan kebutuhan politik bank sentral untuk menunjukkan bahwa ia mengambil semua faktor yang berpotensi relevan ke dalam akun.

Terlepas dari kenyataan praktik bank sentral ini, sebagian besar analisis empiris yang mengenai kebijakan moneter telah disesuaikan dengan kerangka kerja di mana Fed secara implisit mengasumsikan untuk memanfaatkan sejumlah informasi terbatas.

Namun, kami percaya bahwa perbedaan antara praktik bank sentral dan model yang paling formal dari Fed yang mencerminkan setidaknya beberapa kesulitan peneliti dalam menangkap pendekatan bank sentral terhadap analisis data, yang biasanya mencampur penggunaan model makroekonomi besar dan model statistik yang lebih kecil. Ini memutuskan antara praktik bank sentral dan analisis akademis, berpotensi, di beberapa biaya antara lain :

Pertama, dengan mengabaikan dimensi penting dari perilaku bank sentral dan lingkungan kebijakan, pemodelan dan evaluasi ekonometrik terhadap kebijakan bank sentral mungkin kurang akurat dan informatif dari pada sebaliknya.

Kedua, periset mungkin mendahului kesempatan untuk membantu bank sentral menggunakan kumpulan data ekstensif mereka untuk memperbaiki peramalan dan pembuatan kebijakan mereka.
B.   Ekonomi Moneter Maju Dan Ekonomi Pasar Di Negara Berkembang

Indonesia  sebagai salah satu negara berkembang yang seharusnya lebih memperhatikan kondisi ini agar dapat bersaing dalam pasar global yang bersifat terbuka dimana semua orang bebas melakukan kegiatan ekonomi untuk mencapai tujuannya. Dalam negara berkembang mereka mempunyai permasalahan ekonomi seperti pertumbuhan penduduk yang sangat besar jumlahnya yang menambah kerumitan dari masalah-masalah pembangunan yang dihadapi. Tingkat kelahiran dinegara-negara berkembang umumnya sangat tinggi. Sedangkan untuk negara maju mungkin bisa setengah dari negara berembang. Kurangnya penggunaan tenaga kerja yang efsien menyebabkan tingginya angka pengaguran dan kemiskinan jadi tidak semua penduduk indonesia dapat melakukan kegiatan ekonomi, jangankan untuk berinvestasi memilik uang saja masih belum mencukupi kebutuhan mereka.

Ada beberapa macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi yaitu :
1.      Produk Domestik Bruto (PDB)
Seperti kita sudah ketahui dan pelajari di Kelas X, PDB adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. Kelemahan PDB sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi adalah sifatnya yang global dan tidak dapat mencerminkan kesejahteraan penduduk sesungguhnya.
2.      PDB per Kapita atau Pendapatan per Kapita
PDB per kapita merupakan ukuran yang lebih tepat karena telah memperhitungkan jumlah penduduk. Jadi ukuran pendapatan per kapita dapat diketahui dengan membagi PDB dengan jumlah penduduk.

3.      Pendapatan per Jam Kerja
Ukuran ini merupakan ukuran yang paling baik dipakai untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi. Suatu negara dapat dikatakan lebih maju dibandingkan negara lain bila mempunyai tingkat pendapatan atau upah per jam kerja lebih tinggi daripada upah per jam kerja di negara lain untuk jenis pekerjaan yang sama.

4.      Usia Harapan Hidup
pada kisaran tahun 1950, misalkan usia harapan hidup orang Indonesia adalah 50 tahun, tetapi sekarang usia harapan hidup orang Indonesia telah meningkat, misalnya menjadi 60 tahun. Dari meningkatnya usia harapan hidup ini dapat diketahui bahwa telah terjadi pertumbuhan ekonomi dan dapat juga simpulkan, negara yang mempunyai usia harapan hidup lebih tinggi dari negara lain lebih maju dibandingkan negara lain.

Pada masa perekonomian tertutup semua kegiatan manusia hanya semata mata untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Individu atau masyarakat bertindak sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen sehingga tidak terjadi pertukaran barang atau jasa. Masa perekonomian ini mempunyai ciri-ciri yaitu:
1.      Kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
2.      Individu sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen.
3.      Belum ada pertukaran barang atau jasa.

Pada masa kerajinan dan pertukangan, kebutuhan manusia semakin meningkat, baik secara kuantitatif maupun kualitatif akibat perkembangan peradaban. Dan pada masa kerajinan dan pertukangan memiliki beberapa ciri, yaitu :
1.      Meningkatnya kebutuhan manusia.
2.      Adanya pembagian tugas sesuai dengan keahlian.
3.      Timbulnya pertukaran barang dan jasa.

Pada masa kapitalis muncul kaum pemilik modal dan dalam menjalankan usahanya kaum kapitalis memerlukan pekerja (kaum buruh). Produksi yang dilakukan oleh kaum kapitalis tidak lagi hanya sekedar memenuhi kebutuhannya, tetapi sudah bertujuan mencari laba.
Dalam sebuah pertumbuhan ekonomi ada sifat yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tersebut. Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM dan SDA.
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Sumber daya alam yang dimaksud diantaranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut. Karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
Dalam menanggapi hal tersebut perlu kebijakan pemerintah Indonesia dalam menjawab tantangan pembangunan di berbagai sektor, sehingga produk barang dan jasa yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk negara lain. Salah satunya adalah pembangunan di sektor pertanian. Kebijakan pembangunan tersebut adalah untuk menghasilkan produk pertanian dan perkebunan seperti industri agribisnis yang menghasilkan produk pertanian handal dan berkualitas ekspor. Untuk itu diperlukan pemberdayaan petani sebagai persiapan sumber daya petani profesional yang siap bersaing dalam menghasilkan produk pertanian.
Program pembangunan nasional diorientasikan pada masalah penanggulangan kemiskinan, tenaga kerja di pedesaan, ketahan pangan, pemberdayaan pengusaha kecil menegah dan koperasi. Pembangunan di bidang pertanian diarahkan pada peningkatan produktivitas pangan yang meliputi padi, palawija dan hortikultura yang dilakukan melalui intensifikasi, diversifikasi, rehabilitasi dan ekstensifikasi.
Pada dasarnya pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi, yaitu suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Pembangunan sektor pertanian menjadi sangat strategis mengingat sumber daya manusia yang berada di sektor ini cukup banyak. Dengan kata lain, pembangunan-pembangunan di sektor ini mempunyai dampak yang luas terhadap pengentasan kemiskinan, perbaikan kualitas sumber daya manusia, pemerataan pembangunan dan keadilan sosial.
Saya menghargai kesempatan ini untuk menawarkan beberapa pemikiran tentang dampak kebijakan moneter ekonomi maju mengenai ekonomi pasar berkembang. Sejak krisis keuangan global, Federal Reserve berusaha memperkuat pemulihan ekonomi A.S. melalui kebijakan moneter yang sangat akomodatif. Tapi rekan-rekan saya sadar bahwa ekonomi A.S. beroperasi di lingkungan global. Kami mengerti bahwa kemakmuran Amerika Serikat dengan kemakmuran di negara lain, termasuk negara-negara emerging market. Ekonomi pasar yang sedang berkembang telah lama bergulat dengan tantangan yang ditimbulkan oleh arus modal lintas batas yang besar dan mudah berubah.
Secara khusus, banyak pengamat yang telah memilih kebijakan moneter di Amerika Serikat dan negara maju lainnya sebagai pendorong utama. Seiring ekonomi maju menerapkan kebijakan moneter yang sangat akomodatif dan EMES kemudian menerima arus masuk modal yang kuat, yang mencerminkan keinginan investor untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi, kekhawatiran yang diungkapkan bahwa akan terjadi likuiditas yang akan membanjiri pasar negara berkembang, menaikkan harga aset ke tingkat yang tidak berkelanjutan, memicu ledakan kredit, dan dengan demikian menabur benih krisis masa depan.
Tingkat keparahan krisis dan tantangan pemulihan yang lambat mengharuskan bank sentral di negara maju dan tempat lain melakukan tindakan agresif untuk memenuhi mandat mereka. Di Amerika Serikat, Federal Reserve terikat oleh mandat keduanya untuk mengejar stabilitas harga dan lapangan kerja maksimal. Dalam mengikuti mandat tersebut, the Fed memotong suku bunga dana federal menjadi batas bawah efektif pada akhir tahun 2008. Kemudian beralih ke dua alat kebijakan yang kurang konvensional untuk menyediakan akomodasi moneter tambahan.
Yang pertama adalah panduan ke depan mengenai tingkat suku bunga federal funds. Dengan menurunkan harapan pribadi untuk jalur suku bunga jangka pendek di masa depan, panduan ke depan telah mengurangi suku bunga jangka panjang dan menaikkan harga aset, sehingga membawa pada kondisi keuangan yang lebih akomodatif.
Yang kedua adalah pembelian aset berskala besar, yang juga meningkatkan akomodasi kebijakan dengan mengurangi suku bunga jangka panjang dan menaikkan harga aset.
Federal Reserve tidak sendirian dalam menerapkan kebijakan moneter yang tidak konvensional. Bank of England juga telah melakukan pembelian aset substansial dan baru-baru ini memperkenalkan panduan forward eksplisit untuk tingkat kebijakannya. Dan Bank Sentral Eropa (ECB) secara substansial memperpanjang ketentuan likuiditasnya dengan menawarkan operasi refinancing jangka panjang yang tidak terbatas. ECB juga membeli beberapa sekuritas di pasar yang tertekan, dan baru-baru ini mengindikasikan bahwa mereka memperkirakan suku bunga akan tetap rendah untuk waktu yang lama.
Meskipun banyak perhatian terfokus pada tindakan kebijakan yang tidak konvensional, terutama pembelian aset, kebijakan ini tampaknya mempengaruhi kondisi keuangan dan ekonomi riil dengan cara yang sama seperti kebijakan suku bunga konvensional.
Selain itu, Tindakan kebijakan moneter konvensional maupun tidak konvensional adalah kejutan yang muncul secara tiba-tiba. Sebaliknya, mereka adalah kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral untuk mengimbangi gejolak yang merugikan yang telah menghambat ekonomi kita. Dengan demikian, setiap kemungkinan dari tindakan kebijakan moneter harus dievaluasi terhadap konsekuensi gagal merespons guncangan yang merugikan ini.
Secara teori, ketika ekonomi maju memudahkan kebijakan moneter dalam menanggapi kejutan kontraksi, tingkat suku bunga akan turun, mendorong investor untuk menyeimbangkan portofolio mereka menuju aset dengan yield lebih tinggi. Sebagai gantinya, mata uang EME cenderung terapresiasi terhadap keadaan ekonomi maju, dan harga aset EME harus naik.
C.   Hubungan Teoritis Antara Pasar Keuangan Dan Pertumbuhan

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan untuk menuju keadaan yang lebih baik yang ditandai dengan kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara sangat membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang baik dan berkelanjutan. Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stabilitas makroekonomi yang ditargetkan. Sedangkan sektor keuanga dapat mendorong kegiatan perekonomian jika berkembang dengan baik dalam upaya mencapai pertumbuhan yang tinggi (Brandl, 2002).
Perkembangan sektor keuangan ini dapat dilihat dari kemampuannya dalam menyediakan tabungan yang cukup bagi keperluan investasi pembangunan maupun dalam mengatasi masalah-masalah seperti inflasi dan defisit anggaran (Dornbusch dan Reynoso,1989).
Kebijakan moneter memiliki dua jenis penerapan, yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif dilakukan untuk meningkatkan jumlah uang beredar jika pertumbuhan ekonomi mengalami kelesuan. Sedangkan kebijakan moneter kontraktif diterapkan untuk mengurangi jumlah uang beredar ketika perekonomian menghadapi masalah inflasi.
Menurut Lynch (1996), terdapat lima indikator perkembangan sektor keuangan pada suatu negara, yaitu indikator kuantitatif, indikator struktural, indikator harga, indikator skala produk, dan indikator biaya transaksi.
Indonesia sebagai negara berkembang dihadapkan pada permasalahan keterbatasan modal untuk membiayai investasi pembangunan dalam mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Pada tahun 1980an, pemerintah menerapkan paket Juni 1983, paket Oktober 1987, paket Desember 1988 dan paket Maret 1989.
Semuanya bertujuan untuk perbaikan kebijakan efisiensi sektor keuangan dan pengembangan pasar modal serta penghapusan hambatan arus modal masuk. Selain itu, tanggal 14 Maret 1991 pemerintah mengeluarkan regulasi baru untuk memperkuat permodalan bank-bank dan memperketat pengawasan terhadap lembaga-lembaga keuangan (Nasution, 1991).
Menurut Mac Kinnon (1973) dan Shaw (1973), derajat financial deepening yang semakin besar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Teori ini dibuktikan oleh Ghildiyal, Pokhriyal dan Mohan (2015) terhadap Negara India tahun 1990-2014. Ruslan (2011) pernah melakukan penelitian terhadap Negara Indonesia pada periode tahun 1980-2007 mengenai financial deepening terhadap perekonomian Indonesia. Ia menggunakan variabel tingkat bunga, kurs dan GDP dengan alat analisis model regresi linear. Hasilnya menyatakan bahwa GDP berpengaruh signifikan terhadap dinamika financial deepening.
Telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap beberapa negara di dunia mengenai hubungan financial deepening dan pertumbuhan ekonomi namun dengan kesimpulan yang berbeda-beda.
Hubungan antara keuangan, kewirausahaan, dan pertumbuhan ekonomi. Kami memulai dengan memodelkan proses di mana sistem keuangan perantara dengan keuangan pasar sekuritas dan mendiktor pengusaha tertentu untuk melakukan kegiatan inovatif. Selanjutnya, kita akan mengembangkan hubungan antara inovasi dan pertumbuhan. Akhirnya, kita menentukan ekuilibrium umum ekonomi dan mengevaluasi dampak kebijakan sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk mempelajari hubungan antara keuangan dan aktivitas inovatif, kami membangun model dasar yang menyoroti permintaan empat layanan sistem keuangan.
Pertama, seperti dalam Boyd dan Prescott (1986), proyek investasi harus dievaluasi untuk mengidentifikasi yang menjanjikan. Secara khusus, ada biaya tetap yang besar untuk mengevaluasi proyek calon pengusaha, sehingga ada insentif bagi organisasi khusus untuk muncul dan untuk melakukan tugas ini.
Kedua, skala proyek yang dibutuhkan memerlukan penyatuan dana secara substansial dari banyak penabung kecil, sehingga penting bagi sistem keuangan untuk memobilisasi sumber daya yang memadai untuk proyek.
Ketiga, hasil dari upaya berinovasi tidak pasti, sehingga sistem keuangan diharapkan memberi kesempatan bagi individu dan pengusaha untuk melakukan diversifikasi risiko ini.
Keempat, produktivitas produktivitas mengharuskan individu memilih untuk terlibat dalam kegiatan inovatif yang berisiko dari pada menghasilkan barang yang ada dengan menggunakan metode yang tidak ada.
Dengan demikian, model tersebut menghasilkan permintaan untuk empat layanan keuangan: 
mengevaluasi pengusaha, mengumpulkan sumber daya, melakukan diversifikasi risiko, dan 
menilai keuntungan yang diharapkan dari aktivitas inovatif. Dalam praktiknya, perantara keuangan 
biasanya mengevaluasi proyek investasi, memobilisasi sumber daya untuk membiayai dan  
menjanjikan, serta memfasilitasi manajemen risiko. Oleh karena itu mereka menyediakan tiga 
layanan yang disorot dalam model kami. Beberapa individu memiliki kapasitas khusus untuk 
mengelola aktivitas inovatif dalam analisis, namun hal ini tidak menyebabkan mereka mengumpulkan
 tingkat kekayaan yang berbeda. 

Banyak kebijakan sektor keuangan yang secara efektif melibatkan perpajakan pendapatan kotor dari intermediasi keuangan dan, oleh karena itu, melibatkan pergeseran parameter kami untuk mempertahankan parameter parameter model lainnya. Charnley dan Honohan (1990) membahas banyak contoh pajak sektor keuangan eksplisit (termasuk pajak atas penerimaan bruto bank, pajak pertambahan nilai, pajak atas saldo pinjaman, pajak atas transaksi keuangan, dan pajak atas keuntungan perantara).
Mereka juga mendefinisikan dan mengukur secara implisit atau kuasi-pajak pada perantara keuangan (termasuk persyaratan cadangan tanpa bunga, peminjaman paksa kepada pemerintah dan perusahaan negara, dan plafon bunga atas berbagai pinjaman dan deposito). Model kami juga menunjukkan bahwa intervensi sektor publik lainnya seperti perubahan pajak keuntungan perusahaan atau pergeseran dalam penegakan hak kepemilikan yang dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan.
Dengan demikian, perkembangan di sektor inovatif dan produktif mempengaruhi perkembangan keuangan. Kedua temuan ini penting untuk penyelidikan empiris yang kami lakukan diantaranya.
Temuan pertama menunjukkan bahwa faktor ekonomi lain selain keuangan cenderung penting untuk pertumbuhan, sehingga kita mengeksplorasi kekokohan hasil empiris kita dengan masuknya berbagai variabel lain yang diperkirakan mempengaruhi tingkat pertumbuhan.
Temuan kedua menunjukkan bahwa ada simultan penentuan pertumbuhan ekonomi dan skala sektor keuangan, yang mendorong kita untuk menggunakan metode persamaan simultan di beberapa bagian.
Kami menggunakan empat jenis bukti untuk mengevaluasi prediksi teori mengenai hubungan antara perkembangan keuangan dan pertumbuhan. Pertama, kami meninjau dan memperluas analisis King dan Levine (1993a) terhadap 80 negara selama periode 1960-1989 (selanjutnya kami mengacu pada karya awal ini sebagai KL). Kedua, kami mengevaluasi lima negara pengalaman dengan reformasi sektor keuangan. Ketiga, kami meninjau kembali bukti tingkat perusahaan mengenai efek alokatif dari reformasi keuangan. Akhirnya, kami menginvestigasi bagaimana keberhasilan reformasi kebijakan umum bergantung pada perkembangan keuangan.  Sistem keuangan yang hanya menyalurkan sumber daya ke sektor publik atau perusahaan milik negara tidak mungkin menyediakan jenis layanan keuangan yang dibahas di bagian teoritis, dengan demikian, kami merancang indikator keuangan ketiga dan keempat untuk mengukur kepada siapa sistem keuangan mengalokasikan kredit.
Dengan demikian, semua indikator ini menunjukkan bahwa perubahan dalam kebijakan sektor keuangan dapat diduga terkait dengan perubahan ukuran agregat dalam pengembangan keuangan. Namun, tiga negara mengalami krisis keuangan setelah reformasi keuangan. Antara Maret 1980 dan Maret 1981, otoritas Argentina melikuidasi lembaga keuangan yang memegang sekitar 20 persen dari total simpanan. Di Cile, pada tahun 1983, hampir 20 persen pinjaman bank umum dan pinjaman perusahaan pembiayaan yang gagal bayar.
Pada pertengahan 1980-an, pihak berwenang Filipina harus memindahkan 30 persen aset sistem perbankan, yang berkinerja buruk, ke agen pemerintah. Di balik setiap krisis terdapat campuran liberalisasi keuangan yang tidak sehat yang dikombinasikan dengan jaminan deposito resmi yang eksplisit atau implisit dan pengawasan yang tidak mencukupi.
Dalam model kami, sistem keuangan mempengaruhi kegiatan kewiraswastaan ​​yang menghasilkan peningkatan produktivitas dalam empat cara. Pertama, sistem keuangan mengevaluasi calon pengusaha dan memilih proyek yang paling menjanjikan. Kedua, sistem keuangan memobilisasi sumber daya untuk membiayai proyek yang menjanjikan. Ketiga, sistem keuangan memungkinkan investor melakukan diversifikasi risiko yang terkait dengan kegiatan inovatif yang tidak pasti. Keempat, sistem keuangan mengungkapkan manfaat potensial untuk terlibat dalam inovasi, relatif terhadap terus membuat produk yang ada dengan teknik yang ada.
. Keuntungan besar berhubungan dengan bisnis inovasi yang tidak menentu. Dengan cara ini, sistem keuangan yang lebih baik mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mempercepat laju peningkatan produktivitas. Ada banyak dukungan empiris untuk pandangan ini.


D.   Bagaimana Hubungan Antara Uang, Harga Dan Keuangan Di Ekonomi Moneter Baru
Teori moneter didasarkan pada premis implisit bahwa lembaga uang dan moneter secara fundamental berbeda dari barang dan institusi ekonomi lainnya dan karena itu, analisis moneter harus berbeda dari analisis non-moneter. Satu-satunya hal yang membuat uang pada pandangan ini berbeda dari barang lainnya adalah campur tangan pemerintah. New Monetary Economics telah mengambil dua garis perkembangan yang berbeda.
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti halnya menahan inflasi, dan mencapai pekerja penuh untuk lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, dan pemerataan pembangunan), dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) agar tercapainya tujuan ekonomi makro dan untuk menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. 
Mulai pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi moneter menerpa Indonesia, nilai tukar rupiah melemah, sistem pembayaran terancam macet dan terlalu banyak utang luar negeri yang tak terselesaikan. Berbagai langkah ditempuh mulai dari pengetatan moneter hingga beberapa program pemulihan IMF yang diperoleh melalui beberapa Letter Of Intern (LOI) pada tahun 1998.
Namun akhirnya masa suram dapat terlewati,  dan perekonomianpun semakin membaik seiring dengan kondisi politik yang stabil pada masa reformasi. Tahun 1999 merupakan tonggak bersejarah bagi Bank Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3/2004.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.      Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.

2.      Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Dapat disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).

Kebijakannya tentang usaha Fama yang terkenal untuk menerapkan teori keuangan modern terhadap teori moneter adalah bahwa pengendalian tingkat harga harus berfokus pada basis moneter dan bank serta perantara terkait keuangan tidak lagi membutuhkan peraturan pemerintah dibandingkan industri lainnya.

Hal ini karena di dunia non-Walrasian orang memiliki preferensi tidak hanya pada konsumsi akhir, tapi juga aset mana yang digunakan untuk menyelesaikan ketidakseimbangan pembayaran sementara. Tetapi bahkan jika argumen kami salah dan beberapa sistem praktis dapat dipahami yang tidak memerlukan konversi yang begitu bagus, sistem keuangan sebenarnya mengandung satu uang dalam bentuk tunai atau cadangan bank sentral. Setiap sistem yang memiliki barang bagus, baik itu sendiri digunakan secara langsung dalam transaksi, menjadi monetisasi. Dan dalam ekonomi yang dimonetisasi, volume dan komposisi aset keuangan, terutama yang digunakan dalam transaksi, akan terkait dengan harga dalam ekuilibrium.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil oleh bank sentral atau Bank Indonesia dengan tujuan memelihara dan mencapai stabilitas nilai mata uang yang dapat dilakukan antara lain dengan pengendalian jumlah uang yang beredar di masyarakat dan penetapan suku bunga. Kebijakan moneter meliputi langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan oleh bank sentral atau Bank Indonesia untuk dapat mengubah penawaran uang atau mengubah suku bunga yang ada, dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran dalam perekonomian. Tujuan akhir dari sebuah kebijakan moneter adalah suatu kondisi ekonomi makro yang ingin dicapai. Berbeda dari satu negara dengan negara lainnya yang tidak sama dari waktu ke waktu. Tujuan kebijakan moneter yang tidak statis, namun bersifat dinamis karena selalu disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian suatu negara.

Dan Indonesia  sebagai salah satu negara berkembang yang seharusnya lebih memperhatikan kondisi ini agar dapat bersaing dalam pasar global yang bersifat terbuka dimana semua orang bebas melakukan kegiatan ekonomi untuk mencapai tujuannya. Dalam negara berkembang mereka mempunyai permasalahan ekonomi seperti pertumbuhan penduduk yang sangat besar jumlahnya yang menambah kerumitan dari masalah-masalah pembangunan yang dihadapi. Tingkat kelahiran dinegara-negara berkembang umumnya sangat tinggi. Sedangkan untuk negara maju mungkin bisa setengah dari negara berembang. Kurangnya penggunaan tenaga kerja yang efsien menyebabkan tingginya angka pengaguran dan kemiskinan jadi tidak semua penduduk indonesia dapat melakukan kegiatan ekonomi, jangankan untuk berinvestasi memilik uang saja masih belum mencukupi kebutuhan mereka.

Teori moneter didasarkan pada premis implisit bahwa lembaga uang dan moneter secara fundamental berbeda dari barang dan institusi ekonomi lainnya dan karena itu, analisis moneter harus berbeda dari analisis non-moneter. Satu-satunya hal yang membuat uang pada pandangan ini berbeda dari barang lainnya adalah campur tangan pemerintah. New Monetary Economics telah mengambil dua garis perkembangan yang berbeda.
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti halnya menahan inflasi, dan mencapai pekerja penuh untuk lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman .
DAFTAR PUSTAKA

Bai, J., Ng, S., 2002. Menentukan jumlah faktor dalam model faktor perkiraan. Econometrica 70, 191-221.
Battini, N., Haldane, A.G., 1999. Aturan berwawasan ke depan untuk kebijakan moneter.
Taylor, J.B. (Ed.), Aturan Kebijakan Moneter. University of Chicago Press untuk NBER, Chicago.
Beckner, S.K., 1996. Back From the Brink: Tahun Greenspan. Wiley, New York. Boivin, J., 2001.
Perilaku Fed terhadap kebijakan moneter: apakah itu berubah dan apakah itu penting? Universitas Columbia, tidak diterbitkan.
Christiano, L., Eichenbaum, M., Evans, C., 2000. Guncangan kebijakan.

Ahmed, Shaghil, dan Andrei Zlate (2013). "Arus Modal ke Emerging Market Economies: 
Dunia Baru yang Berani? (PDF) "Makalah Diskusi Keuangan Internasional 1081. 
Washington: Dewan Gubernur Sistem Federal Reserve, Juni. Bernanke, Ben S. (2013).
 "Kebijakan Moneter dan Ekonomi Global", pidato yang disampaikan di Departemen Ekonomi 
dan STICERD (Diskusi Suntory dan Toyota International untuk Ekonomi dan Perihal Terkait) 
Diskusi Publik dalam Asosiasi dengan Bank of England, London School of Economics, London,
 25 Maret. 
Bluedorn, John, Rupa Duttagupta, Jaime Guajardo, dan Petia Topalova (2013). 
"Arus Modal Tergelitik: Kapan saja, dimanapun (PDF)", Kertas Kerja IMF WP / 13/183.
Suku Bunga di Dunia Tanpa Uang, "Journal of Bank Research, Autumn, 9-20 BRYANT, JOHN and WALLACE, NEIL. (1980)" Sebuah Saran untuk Penyederhanaan Teori Persaingan Lebih Lanjut, "Laporan Staf 62.
FederalR eserve Bank of Minneapolis (1980) "Analisis Diskriminasi Harga Kebijakan Moneter," Tinjauan Studi Ekonomi 51 (2), 279-288 FAMA, EUGENE. (1978) "Pengaruh Keputusan Pendanaan Perusahaan terhadap Keputusan Menteri Keuangan Kesejahteraan Pemegang Keamanannya, "American Economic Review 68 (3), 272-284 ... (1980)" Perbankan dalam Teori Keuangan, "Journal of Monetary Economics 6 (1), 39-57 ... (1982)" Standar Fidusia dan Standar Komoditas, "tipografi yang tidak dipublikasikan, Januari ... (1983)" Intermediasi Keuangan dan Pengendalian Tingkat Harga, "Jurnal Ekonomi Moneter 12 (1), 7-28 FRANKEL, S.
HERBERT. (1977) Uang: Dua Filsafat: Konflik Kepercayaan dan Kewenangan Oxford: B asil Blackwell FRIEDMAN, MILTON. (1951) "Mata Uang Komoditas-Reserve".